Judul | : | Class Action & Citizen Lawsuit |
Penerbit | : | Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A R.I |
Penyusun | : | Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A R.I |
Jumlah hlm | : | 225 |
Tahun terbit | : | 2009 |
Sinopsis :
Class Action dan citizen lawsuit serta hak gugat (standing) adalah isu yang sensitif di masyarakat, namun selalu menjadi wacana publik yang tidak pernah selesai diperdebatkan. Karena menyangkut kepentingan masyarakat maupun warga Negara. Akhir-akhir ini, pro dan kontra terhadap permasalahan gugatan perwakilan kelompok kembali mengemuka sekaligus mempertanyakan alternatif-alternatif solusi yang harus dilakukan oleh pemerintah guna memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Isu ini menjadi sangat sensitif karena tidak saja berkaitan dengan permasalahan yuridis semata namun juga menyangkut permasalahan sosial, ekonomi dan kesehatan masyarakat. Perdebatan yang terjadi pun menjadi tidak jelas dan jauh dari penyelesaian.
Keberadaan Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Undangundang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, sebenarnya telah memperkenalkan asaz gugatan perwakilan kelompok secara terbuka sebagai jalan keluar permasalahan ini; Dan masih banyak undang undang yang terkait dengan gugatan perwakilan kelompok seperti Undang-undang No. 24 tahun 1992 tentang penataan ruang, Undang-undang No. 27 tahun 2003 tentang panas bumi, Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang sumber daya air, undang undang No. 31 tahun 2004 tentang perikanan, semuanya Pada dasarnya merupakan pedoman kata dari istilah class action dan legal standing yang sering digunakan dalam praktek peradilan di Negara barat, khususnya di Negara anglo amerika yang umumnya menganut system common law, dimana system ini banyak menitik beratkan pada penciptaan kaidah hukum melalui putusan putusan hakim.
Dalam perkembangan selanjutnya, konsep gugatan perwakilan kelompok atau class action dengan berjalannya waktu, juga diadopsi dan diterima serta dipraktekkan di Negara Negara continental yang menganut civil law (yaitu system yang menitik beratkan pada penciptaan hukum melalui aturan perundangan yang dibuat oleh parlemen) hal ini juga dianut oleh Indonesia.
Dalam beberapa kejadian pencemaran atau perusakan lingkungan hidup tertentu, korban pencemaran atau perusakan lingkungan bisa berjumlah sangat banyak. Sehingga bila masyarakat korban melakukan gugatan secara individu atau bila korban pencemaran menggugat secara sendiri-sendiri maka prosesnya akan sangat lama dan memakan biaya yang besar akibatnya asaz peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan (constante justitie) seperti yang dituangkan dalam pasal No. 5 ayat (2) undang undang tentang kekuasaan kehakiman tidak akan tercapai undang undang pengelolaan lingkungan hidup No. 32 tahun 2009 merupakan produk hukum di Indonesia yang memungkinkan masyarakat korban pencemaran lingkungan mengajukan gugatan perwakilan (class action), secara bersama sama dengan diwakili oleh sekelompok kecil orang yang disebut perwakilan kelas (class representative).
Dengan telah diatur dan diberlakukan PERMA No. 1 tahun 2002 yang merupakan asaz beracara gugatan perwakilan kelompok (class action) hal tersebut diharapkan menjadi lebih jelas; Namun dalam praktek pengadilan, di lapangan masih terdapat penafsiran penafsiran yang rancu terhadap substansi PERMA dimaksud, diantaranya menjadi fatal dan tidak jelas justru dikalangan para hakim; Sehingga terjadi disparitas antara putusan yang satu dengan putusan yang lain. PERMA No. 1 2002 seyogyanya menjadi payung bagi para hakim dalam mempertimbangkan dan menyelesaikan persoalan persoalan gugatan class action, sehingga masyarakat dan pencari keadilan menjadi lebih puas dan pasti dalam mendapatkan keputusan dari para hakim tentang gugatannya, selain dari pada itu eksistensi PERMA No 1 tahun 2002 rasanya ke depan perlu ditinjau kembali apakah akan terus dipertahankan sebagaimana adanya, atau ke depan perlu penyempurnaan dan perlu dilakukan upaya-upaya pembaharuan hukum (law and legal reform).
Gugatan perwakilan kelompok (class action) merupakan kali ke dua puslitbang hukum dan peradilan dalam penelitian class action ini; penelitian dengan topic yang sama pernah dilakukan pada tahun 2002 dan penelitian tersebut telah pula melahirkan sebuah naskah akademis berbentuk buku yang juga telah didistribusikan kepada pengadilan-pengadilan yang menjadi responden penelitian. Hal tersebut tentu saja perlu kajian ulang yang mendalam mengingat setelah hampir 7 tahun pemberlakuan PERMA No. 1 tahun 2002 ternyata dari hasil yang didapat atas putusan hakim tentang gugatan perwakilan kelompok (class action) masih terdapat banyak perbedaan tafsir, yang berakibat putusan yang satu dengan putusan yang lain menjadi bertolak belakang. Hal inilah yang mendorong Puslitbang Kumdil Mahkamah Agung RI menganggap perlu melakukan kajian ulang dengan melakukan penelitian kembali terhadap gugatan perwakilan kelompok. Perkembangan kehidupan sosial dan pemahaman hukum serta kebutuhan masyarakat atas hukum yang memberikan keseimbangan hak dan kewajiban, bagi semua warga Negara membuat keberadaan PERMA No. 1 tahun 2002 ini, perlu dipertanyakan eksistensinya. Beberapa responden hakim ada yang beranggapan PERMA ini hanyalah upaya legalilasi dan toleransi terhadap fenomena hukum yang berkembang dimasyarakat. Di sisi lain terdapat pula yang beranggapan PERMA 1 tahun 2002 dalam pelaksanaannya banyak terjadi penafsiran yang berbeda justru di kalangan para hakim sendiri, sehingga pemahaman dan pengetahuan hakim guna tegaknya hukum dan kepastian hukum perlu dilakukan pemahaman ulang atas hal yang menyangkut mekanisme gugatan class action maupun citizen lawsuit. Masyarakat menyadari urgensi keberadaan undang-undang yang terkait dengan masalah lingkungan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberpihakan dan keperdulian terhadap masalah lingkungan dari pemerintah terhadap warga Negara dirasa masih sangat minim. Puslitbang hukum dan peradilan dalam penelitian kali ini, selain akan mengevaluasi tentang keberadaan PERMA No. 1 tahun 2002 juga akan berupaya mendapatkan masukan dan pengalaman serta kesulitan-kesulitan para hakim dalam memutus perkara/gugatan perwakilan kelompok (class action) secara lebih luas dan mendalam. Puslitbang hukum dan peradilan juga akan mengkaji secara lebih kritis dari segi teori, norma dan tujuan hukum secara mendalam, sehingga diharap-kan pembaharuan perundang-undangan (law and legal reform) akan tercapai, sekaligus untuk menyiapkan penyusunan naskah akademis yang mengatur gugatan perwakilan kelompok (class action) dengan lebih lengkap dan comperhandsive, sehingga pada akhirnya akan ditemukan penemuan hukum baru (rechtsvinding), maupun penciptaan hukum (rechtsschepping).
< Sebelumnya | Berikutnya > |
---|