Perlindungan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Ditinjau dari Perspektif Restoratif Justice

E-mail Cetak PDF

Jakarta, litbangdiklatkumdil.net - Kamis tanggal 11 Juli 2013, Puslitbang mengadakan Seminar Focus Group Discussion dalam rangka presentasi Hasil Penelitian yang dikoordinatori Budi Suhariyanto, SH., MH dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan dalam Sistem Peradilan Pidana Ditinjau dari Perspektif Restoratif Justice.

 

 

 

 

 

 

 

Koordinator berpendapat bahwa sistem peradilan pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP pada dasarnya belum maksimal memberikan hak-hak dan kedudukan kepada Korban kejahatan secara adil dan manusiawi. Bahkan apabila dibandingkan dengan hak-hak dan kedudukan Pelaku dalam sistem peradilan pidana, maka hak-hak dan kedudukan Korban tidaklah sepadan, baik ditinjau dari perspektif normatif maupun filosofis. Hak yang utama semisal pemulihan atas penderitaan akibat terjadinya tindak pidana berupa ganti kerugian baik dalam bentuk restitusi maupun kompensasi serta rehabilitasi tidak sepenuhnya dapat diakomodir dengan komprehensif baik secara eksplisit maupun secara implisit.Secara eksplisit, penggabungan perkara sebagaimana diatur dalam pasal 98 KUHAP yang notabene adalah representasi dari hak ganti kerugian bagi Korban, dalam realitasnya tidak mengakomodir kerugian immateriil yang diderita oleh Korban. Sedangkan secara implisit, putusan pidana yang dijatuhkan untuk Pelaku tidak berkorelasi langsung pada perbaikan atau pemulihan Korban pasca terjadinya tindak pidana, bahkan dalam pemidanaan yang berperspektif retributif justice, keadilan yang didistribusikan oleh Hakim di pengadilan hanya berorientasi pada pembalasan pada Pelaku.

Permasalahan fundamental ini harus di sesegera mungkin diatasi melalui perbaikan kebijakan hukum pidana dan penegakan hukum pidana yang lebih baik dan akomodatif terhadap perlindungan Korban. Merupakan sebuah langkah fundamental dalam konteks perbaikan kebijakan hukum pidana melalui akomodasi nilai-nilai restorative justice. Nilai-nilai tersebut pada hakikatnya bukanlah nilai-nilai baru, namun merupakan nilai-nilai yang sejatinya ada dan terkandung dalam falsafah hidup bangsa, bahkan secara praktis masih dipertahankan oleh hukum adat kita. Kebutuhan atau penggunaan kembali paradigma ini dimaknai sebagai upaya refilosofi keadilan hukum. Implikasi dari penerapan paradigma ini adalah munculnya keberpihakan hukum terhadap Korban, masyarakat dan Pelaku secara seimbang dan proporsional. Dengan demikian konsepsi kejahatan yang hanya disandarkan pada pelanggaran terhadap kepentingan umum atau Negara harus bertransformasi menjadi pelanggaran terhadap kepentingan para pihak dalam hal ini Korban, Pelaku dan masyarakat.

Koordinator dalam presentasi hasil penelitian ini turut mengundang Panitera Muda Pidana MA RI DR. Zainuddin Mappong, SH., MA., Hakim Tinggi Balitbang Diklat Kumdil MA RI DR. Bunyamin Alamsyah, SH., M.Hum., Hakim Tinggi Balitbang Diklat Kumdil MA RI Bettina Yahya, SH., MH., Hakim Tinggi Balitbang Diklat Kumdil MA RI Drs. H. Sudirman, SH., MH., Wakil Ketua PN Jakarta Utara DR. Lilik Mulyadi, SH., MH., dari Badan Pembinaan Hukum Nasional Rahmat Riyono, SH., MH. dan Aprilistianto, SH. dan dari Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta Mimin Mintarsih, SH., MH.