Perlindungan Hukum Whistle Blower as Justice Collaborator Dalam Upaya Penanggulangan Organized Crime

E-mail Cetak PDF

Jakarta, litbangdiklatkumdil.net - Kamis tanggal 05 September 2013, Puslitbang mengadakan Seminar Focus Group Discussion dalam rangka presentasi Hasil Penelitian yang dikoordinatori Dr. Lilik Mulyadi, SH., MH dengan judul Perlindungan Hukum Terhadap Whistle Blower as Justice Collaborator Dalam Upaya Penanggulangan Organized Crime.

 


 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil kajiannya, kordinator menarik kesimpulan :

  1. Bentuk perlindungan hukum terhadap whistleblower dan justice collaborator dalam hukum positif Indonesia adalah perlindungan bersifat fisik dan psikis, penanganan khusus, perlindungan hukum dan penghargaan. Perlindungan bersifat fisik dan psikis tidak hanya diberlakukan untuk keamanan pribadi whistleblower dan justice collaborator  tetapi juga kepada keluarganya. Penanganan khusus ketika memberi kesaksian di persidangan, perlindungan hukum terhadap status hukum dan penghargaan dapat berupa keringanan hukuman, termasuk menuntut hukuman percobaan, serta pemberian remisi tambahan dan hak-hak narapidana lain sesuai perundang-undangan yang berlaku apabila Saksi Pelaku yang bekerjasama adalah seorang narapidana.
  2. Menggagas konsep ideal perlindungan hukum terhadap whistleblower dan justice collaborator dalam upaya penanggulangan organized crime di Indonesia masa mendatang hendaknya meliputi dimensi lembaga perlindungannya, syarat, jenis dan juga model perlindungannya. Khusus konsep ideal model perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator masa mendatang dapat berupa model hak-hak prosedural atau model partisipasi langsung atau aktif (the procedural rights model/partie civile model/civil action system), model pelayanan atau model partisipasi secara tidak langsung atau model pasif (the services model), model Persuasif/Partisipatif, model Perlindungan Komprehensif, atau model Penjatuhan Pidana Bersyarat dan model perlindungan melalui teleconference.

Dalam hasil penelitiannya, Koordinator memberi saran :

  1. Hendaknya perlu dipikirkan secara lebih mendalam apakah tetap mempertahankan LPSK seperti sekarang ini, LPSK baru dengan diperluas kewenangannya ataukah lembaga baru bersifat mandiri dan independen yang mengatur khusus tentang whistleblower dan justice collaborator sebagaimana dikenal di negara Amerika Serikat, Afrika Selatan, Belanda, Jerman, Albania, dan lain sebagainya.
  2. Hendaknya dibuat regulasi baru sebagai penyempurnaan UU Nomor 13 Tahun 2006 dan hukum positif Indonesia lainnya yang mengatur mengenai whistleblower dan justice collaborator  sehingga perlindungan tersebut bersifat lebih lengkap, memadai dan komprehensif.
  3. Perlu difikirkan lebih mendalam dengan mempertimbangkan dari pelbagai sudut pandang tentang apakah terhadap whistleblower dan justice collaborator  khususnya dalam upaya penanggulangan organized crime perlu dilakukan penuntutan ataukah tidak, atau juga hanya dijatuhkan pidana ringan berupa penjatuhan pidana percobaan.


Pada presentasi hasil penelitian ini koordinator turut mengundang Panitera Muda Pidana MA RI DR Zainuddin Mappong, SH., MH., Hakim Yustisial MA RI Rudy Pramono, SH., MH., Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Teguh Satya Bakti, SH., MH., Hakim Pengadilan Negeri Salatiga RR. Andy Nurvita, SH., Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Azmi Saputra, SH., MH., Dosen FH Universitas Tirtayasa Rena Julia, SH., MH., Dosen FH Universitas Mataram Risnain, SH., MH., Dosen Universitas Islam Jakarta DR. Dian Andriawan, PB III Fakultas Hukum Pattimura Nazaruddin Tianotak.