Interpretasi Tentang Makna Uang Negara dan Kerugian Negara Dalam Perkara Pidana Korupsi Terkait BUMN

E-mail Cetak PDF

Jakarta, litbangdiklatkumdil.net - Kamis tanggal 12 September 2013, Puslitbang mengadakan Seminar Focus Group Discussion dalam rangka presentasi Hasil Penelitian yang dikoordinatori Moch. Iqbal, SH dengan judul Interpretasi Tentang Makna Uang Negara dan Kerugian Negara Dalam Perkara Pidana Korupsi Terkait BUMN Persero : Kajian Tentang Putusan Mahkamah Agung RI Tahun 2005-2011.

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil kajian dari 12 (berkas) Putusan Hakim Mahkamah Agung RI yang mengadili Tindak Pidana Korupsi Terkait dengan BUMN persero , dimana peneliti mengambil empat (4) sample putusan yang dianggap cukup representatif yang membawa koordinator kepada kesimpulan bahwa belum /tidak adanya persamaan persepsi dalam menginterprestasikan makna uang Negara dan Kerugian Negara dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Terkait dengan BUMN Perseroā€¯.

Belum adanya kesamaan pandangan / pengertian atas makna keuangan Negara dan kerugian Negara telah berakibat ketidakpastian penerapan hukum dalam delik-delik korupsi yang  berkaitan dengan kerugian Negara, khususnya dalam BUMN. Akibat dari ketidakseragaman makna / kaidah dalam berbagai aturan perundang-undangan  telah menambah kesalahpahaman / salah kaprah dalam memberi arti dan makna uang Negara, khususnya uang Negara yang dipisahkan dalam BUMN menambah rapuhnya penegakan hukum, ketika proses penegakan hukum berupa pengenaan delik korupsi pada urusan BUMN terkesan mengkriminalisasi perbuatan hukum perdata ke dalam delik korupsi yang dipaksakan, yang pada gilirannya mempengaruhi kinerja BUMN dalam mengembangkan perusahaan, dimana secara filosofis kehadirannya justru diperuntukan guna mencari / pendapatan pemasukan bagi keuangan Negara dan memperkuat perekonomian Negara.

Dalam hasil penelitiannya, Koordinator memberikan saran dimana multi tafsir terhadap makna uang Negara dan kerugian Negara dapat dihilangkan dengan langkah awal merevisi pasal-pasal tentang keuangan Negara dan kerugian Negara yang tertuang dalam undang-undang tentang keuangan Negara no.17 tahun 2003 serta UU Tipikor No.31 tahun 1999, juga UU No.20 tahun 2001. Revisi / perubahan atas pasal-pasal undang-undang tersebut sangat penting untuk segera dilakukan demi sinkronisasi dan harmonisasi dengan hukum positif lainnya yang khususnya mengatur tentang keuangan Negara serta yang berlaku (lebih) universal. Selain itu perlu sosialisasi yang meluas dan dengan berbagai macam cara dan bentuk untuk menegaskan kembali arti dan makna uang Negara serta kerugian Negara secara benar dan dapat diterima secara akademis, bahwa secara ilmiah dan universal kekayaan Negara yang dipisahkan adalah bukan lagi sebagai uang Negara dengan segala konsekwensinya yang harus dianut dan ditaati. Juga perlu didorong keberanian para hakim untuk memulai secara professional, untuk memberi putusan-putusan yang mendukung pemahaman atas makna uang Negara / kerugian Negara secara benar. Bahwasannya kekayaan Negara / uang Negara yang dipisahkan adalah bukan uang Negara, dengan akibat hukum harus membebaskan seseorang sekalipun, bila nyata-nyata klaim pemidanaan tersebut atas kekayaan Negara yang telah dipisahkan atau dalam sebuah BUMN. Selain itu perlu adanya penerbitan yurisprudensi tetap tentang kasus-kasus yang menyangkut pemahaman yang keliru / salah kaprah tentang pemahaman uang Negara / kerugian Negara perlu disosialisasikan dan diperbanyak, khususnya yang bersentuhan langsung dengan Negara lain, agar stigma ketidakpastian hukum di Indonesia dapat direduksi dan terbantah.

Pada kesempatan presentasi hasil penelitian ini turut pula hadir undangan Hakim Agung DR. H. Andi Samsan Nganro, SH., M.Hum.; Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Jakarta H. Saparudin Hasibuan, SH., MH.; Humuntal Pane, SH., MH.; Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Sudharmawatiningsih, SH., MH.; Hakim PN Depok Muh. Djauhar S, SH., MH.