Kewenangan Uji Materiil Peraturan Perundang-Undangan di Bawah Undang-Undang

E-mail Cetak PDF

Jakarta, litbangdiklatkumdil.net - Selasa tanggal 17 September 2013, Puslitbang mengadakan Seminar Focus Group Discussion dalam rangka presentasi Hasil Penelitian yang dikoordinatori Maftuh Effendi, SH., MH dengan judul Kewenangan Uji Materiil Peraturan Perundang-Undangan : Kajian Tentang Putusan Mahkamah Agung RI Tahun 2005-2011.

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan hasil kajiannya, kordinator menarik kesimpulan :

  1. Pengaturan pembatasan tenggang waktu dalam Perma No. 1 Tahun 2004 tidak disertai pertimbangan yang memadai mengapa tenggang waktu itu dibatasi, sehingga tidak mempunyai pijakan yang rasional dan ilmiah. Pertimbangan Mahkamah Agung mengesampingkan pembatasan tenggang waktu pengajuan permohonan hak uji materiil didasarkan pada 4 (empat) argumentasi, yaitu (1) melalui pendekatan komparasi dengan sistem hukum lain; (2) pendekatan analogi dengan prosedur pada Mahkamah Konstitusi; (3) pendekatan filosofis; dan (4) pendekatan yuridis normatif. Keempat argumentasi itu menjadi landasan bagi Majelis Hakim untuk mengesampingkan (non enforcement of law) ketentuan Pasal 2 Ayat (4) Perma No. 1 Tahun 2004. Selanjutnya putusan itu menjadi yurisprudensi bagi putusan-putusan berikutnya. Melihat kronologis dan rentang waktu antara putusan terdahulu sampai dengan putusan yang terakhir mengenai pengesampingan pembatasan tenggang waktu hingga terbitnya Perma No. 1 Tahun 2011 yang menghapus pembatasan tenggang waktu pengajuan permohonan keberatan hak uji materiil, menurut penulis tidak terdapat keterkitan antara terbitnya Perma No. 1 Tahun 2011 dengan permohonan pengujian SKB KEPPH, oleh karena itu tidak tepat kalau Perma No. 1 Tahun 2011 dimaksudkan untuk meloloskan permohonan pengujian SKB KEPPH di Mahkamah Agung.
  2. Pertimbangan hakim tentang legal standing dalam putusan hak uji materiil kebanyakan tidak memperlihatkan pertimbangan yang memadai. Bahkan beberapa putusan ditemukan tanpa diberikan pertimbangan sama sekali mengenai argumentasi yuridis mengapa pemohon memiliki standing in judicio. Khusus mengenai uji materiil SKB KEPPH Penulis melihat bahwa Majelis Hakim telah menguraikan argumentasi diterima legal standing Para Pemohon sesuai dengan beberapa kriteria yang ditentukan dalam Pasal 31A Ayat (2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2009.
  3. Ruang lingkup kewenangan Mahkamah Agung memeriksa dan memutus hak uji materiil hanya terbatas pada pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Secara yuridis normatif peraturan kebijakan bukanlah suatu peraturan perundang-undangan. Demikian pula arus besar pemikiran hukum juga tidak mengkategorikan peraturan kebijakan sebagai peraturan perundang-undangan. Jadi, peraturan kebijakan tidaklah termasuk dalam ruang lingkup kewenangan hak uji materiil oleh Mahkamah Agung. Penyelesaian sengketa atas terbitnya peraturan kebijakan masih problematis. Akan tetapi juga tidak bijak membiarkan suatu sengketa atas peraturan kebijakan berada di wilayah yang tidak jelas (grey area). Asas nemo judex in rex sua merupakan asas universal dalam hukum acara yang wajib diterapkan oleh hakim. Akan tetapi pada kasus-kasus tertentu tidak menutup kemungkinan asas nemo judex in rex sua berhadap-hadapan (vis-à-vis) dengan asas ius curia novit. Dalam keadaan demikian itu hakim harus menetapkan asas mana harus diterapkan.

Dalam hasil penelitiannya, Koordinator memberi saran :

  1. Permasalahan yang muncul paska diterbitkannya Perma No. 1 Tahun 2011, yaitu adanya perbedaan pendapat dapat/tidaknya diterima objek hak uji materiil yang diundangkan sebelum diterbitkannya Perma No. 1 Tahun 2004, seharusnya segera diatasi agar ke depan terdapat kesatuan pendapat di antara hakim agung yang memeriksa dan memutus sengketa hak uji materiil. Guna menghindari adanya standar ganda dalam pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, maka Hakim karena jabatannya sudah sepatutnya berwenang untuk menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diundangkan sebelum terbitnya Perma No. 1 Tahun 2011.
  2. Dalam hukum acara terdapat adagium yang menyatakan pont d’interest point d’action, untuk dapat mengajukan suatu perkara ke pengadilan, sesorang harus memiliki kepentingan hukum. Dalam proses pemeriksaan hak uji materiil di Mahkamah Agung yang menjadi dasar legal standing seseorang untuk dapat mengajukan permohonan pengujian suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan adalah kerugian yang dialami karena terdapat hak dan/atau kewajibannya yang dijamin oleh suatu peraturan perundang-undangan yang dirugikan oleh berlakunya ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih bawah yang hendak diajukan pengujian. Hal ini penting untuk diberikan pertimbangan hukum yang memadai sebelum Majelis Hakim memeriksa pokok perkara.
  3. Guna mengakhiri problematik sengketa atas peraturan kebijakan (beleidsregel) perlu segera disahkan Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, di mana salah satu pasalnya melimpahkan kewenangan kepada  peradilan administrasi untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa onrechtmatig overheidsdaad yang bersifat feitelijke handelingan – termasuk sengketa peraturan kebijakan. Dalam kasus-kasus tertentu di mana terjadi benturan antara asas nemo judex in rex sua dan asas ius curia novit hakim karena jabatannya dapat mengesampingkan asas nemo judex in rex sua dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) secara yuridis tidak ada lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa tersebut dan apabila sengketa itu dibiarkan dapat mengganggu tertib hukum dalam masyarakat; (2) hakim harus seselektif mungkin dan penuh kehati-hatian, artinya tidak begitu mudah untuk mengesampingkan asas tersebut; dan (3) berpedoman pada ide dasar hukum yang tertinggi yaitu keadilan.

Dalam presentasi hasil penelitian ini koordinator turut mengundang Asisten Hakim Agung Mahkamah Agung Sumartanto, SH.; Asisten Hakim Agung Mahkamah Agung Hari Sugiharto, SH., MH.; Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Kusman, S.IP., SH., MH.; Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Agus Budi Susilo, SH., MH.; Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Banten Enrico Simanjuntak, SH.