Judul | : | Naskah Akademis Pembatasan Kasasi |
Penerbit | : | Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A R.I |
Penyusun | : | Puslitbang Hukum dan Peradilan M.A R.I |
Jumlah hlm | : | 103 |
Tahun terbit | : | 2004 |
Sinopsis:
Salah satu masalah penting yang dapat menyebabkan peradilan kurang dapat berjalan dengan cepat dan sederhana adalah adanya penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Dengan penyelesaian perkara kasasi sebanyak 8.500 setiap tahun sedangkan penerimaan perkara dalam jumlah yang hampir sama atau lebih besar, dapat diperkirakan bahwa penumpukan perkara di Mahkamah Agung RI tidak akan dapat diselesaikan.
Pada saat ini jumlah perkara yang menumpuk di Mahkamah Agung ± 17.509 perkara (data bulan Juni 2003). Pada dasarnya penumpukan tersebut disebabkan karena semua jenis perkara baik Pidana, Perdata maupun Tata Usaha Negara dapat diajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Hal ini menimbulkan kritikan-kritikan terhadap kinerja badan peradilan diseluruh Indonesia. Proses penyelesaian perkara melalui pengadilan dianggap sangat lambat, membuang waktu, mahal serta berbelit-belit. Semakin lama para pencari keadilan semakin tidak percaya dan kurang simpatik terhadap kinerja dan proses penegakan hukum di Indonesia.
Hal ini tentunya bertentangan dengan tujuan seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok Pokok Kekuasaan Kehakiman, yaitu : "Peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan". Oleh karena itu, perlu dicarikan penyelesaiannya yang lebih mendasar dan adanya ide pemikiran kembali mengenai pembatasan upaya hukum kasasi yang dapat diperiksa oleh Mahkamah Agung.
Di beberapa negara juga tidak setiap jenis perkara dapat dibuka kemungkinan banding atau kasasi, seperti di Australia, Perancis, Amerika Serikat, Nederland dan Singapura. Dalam tulisan ini akan dipaparkan apa dan bagaimana ukuran pembatasan yang dipergunakan oleh negara-negara tersebut, sebagai perbandingan, sehingga jika sesuai dapat diadopsi dan dapat dipergunakan juga untuk Indonesia.
Berdasarkan asumsi bahwa penumpukan perkara di Mahkamah Agung disebabkan karena tidak adanya pembatasan jenis perkara yang dapat diupayakan kasasi, maka inilah yang menjadi salah satu pemikiran Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung untuk melakukan penelitian ke daerah dengan mengumpulkan data, wawancara dan diskusi dengan para responden yang terdiri dari para hakim dari pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, mengenai sebab-sebab makin menumpuknya perkara, dengan mengindentifikasi masalah dan kemungkinan-n-kemungkinan untuk membatasi jumlah perkara yang dapat diajukan kasasi dan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Hasil dari penelitian ini merupakan suatu kajian tulisan sejauhmana peraturan-peraturan yang berkaitan dengan hukum acara untuk berperkara di Pengadilan dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut dapat dicapai antara lain dengan cara menerapkan mekanisme prosedur ataupun hukum acara yang memungkinkan dapat diperoleh putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama.