A+ A A-

FGD Proposal Penelitian Urgensi Pembentukan Pengadilan Pertanahan di Indonesia

Jakarta, litbangdiklatkumdil.net - Kamis tanggal 02 April 2015, Puslitbang Kumdil mengadakan Seminar Focus Group Discussion di Gedung Sekretariat Mahkamah Agung jalan Jend. Ahmad Yani dalam rangka presentasi Proposal Kegiatan Penelitian yang dikoordinatori oleh Hakim PTUN Denpasar Hery Abduh Sasmita, SH., MH dengan judul Urgensi Pembentukan Pengadilan Pertanahan di Indonesia.

Data direktori putusan Mahkamah Agung dari sejumlah putusan kasasi dan peninjauan kembali yang terunggah dan dapat diunduh data putusannya, menunjukkan bahwa sengketa pertanahan termasuk sengketa yang prosentasenya cukup besar. Dari sekitar 12.847 putusan perdata umum yang diunggah oleh Mahkamah Agung, tercatat 44% perkaranya adalah tergolong dalam jenis sengketa pertanahan. Prosentase sengketa pertanahan dalam lingkup sengketa tata usaha negara yang ditangani oleh Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung cukup signifikan jumlahnya, tercata 1.126 putusan yang telah diunggah sehingga prosentase perkara pertanahan berkisar di angka 59,8%.

Dalam perspektif antropologi hukum, konflik sengketa pertanahan dapat ditimbulkan dikarenakan antara lain konflik kepentingan, konflik struktural, konflik nilai, konflik hububgan dan konflik data. Faktor-faktor yang paling dominan dalam sengketa pertanahan antara lain adalah peraturanyang belum lengkap, ketidaksesuaian peraturan, pejabat pertanahan yang kurang tanggap trhadap kebutuhan dan jumlah tanah yang tersedia, data yang kurang akurat dan kurang lengkap, data tanah yang keliru; keterbatasan sumber daya manusia yang bertugas menyelesaikan sengketa tanah, transaksi tanah yang keliru dan tumpang tindih wewenang. Kementrian Agraria dan Penataan Ruang/Badan Pertanahan Nasional memberikan tipologi jenis kasus pertanahan di Indonesia, diantaranya adalah : penguasaan tanah tanpa hak, sengketa batas, sengketa waris, jual berkali-kali, sertipikat ganda, sertipikat pengganti, akta jual beli palsu, kekeliruan penunjukan batas, tumpang tindih, dan sengketa karena perbedaab persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan pengadilan. Secara garis besar upaya penyelesaian suatu kasus pertanahan dikelompokkan menjasdi 2 jalur, yaitu penyelesaian melalui proses mediasi dan penyelesaian melalui jalur hukum/pengadilan.

Sistem hukum Indonesia menganut duality of jurisdiction dalam penanganan sengketa sebagaimana lazimnya negara yang bertradisi hukum Civil Law System, termasuk dalam penanganan sengketa pertanahan. Dengan adanya pembedaan yurisdiksi maka sengketa pertanahan memiliki dua jalur penyelesaian yaitu peradilan umum yang mana objectumlitis menyangkut hak atau kepemilikan tanah, sedangkan penyelesaian sengketa pertanahan melalui Peradilan Tata Usaha Negara dilakukan apabila terkait dengan cacat administrasi atau keabsahan prosedur penertiban sertipikat hak atas tanah. Terhadap penyelesaian sengketa melalui dua jalur peradilan ini, salah satu hambatan yang muncul adalah seringkali sulitnya eksekusi putusan pengadilan dalam hal terdapat putusan pengadilan perdata, pidana dan tata usaha negara dari Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara samapi dengan kasasi atau bahkan peninjauan kembali yang tidak konsisten satu sama lain terhadap satu objek sengketa yang sama. Dari gambaran diatas menunjukkan bahwa putusan pengadilan yang seharusnya menyelesaikan sengketa terkadang malah bisa menjasi sumber permasalahan hukum baru, yaitu permasalahan yang oleh Badan Pertanahan Nasional disebut sebagai perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentigan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan subjek atau objek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak atas tanah tertentu. Alasan Kantor Pertanahan selaku tergugat/termohon eksekusi yang menyatakan tidak atau belum dapat melaksanakan putusan pengadilan tata usaha negara yang berkekuatan hukum tetap dikarenakan putusan dianggap tidak sinkron dengan putusan pengadilan negeri.

Berdasarkan pada gambaran pola penyelesaian sengketa diatas beserta segala permasalahannya, perlu dipikirkan pola atau desain penyelesaian sengketa tanah yang komprehensif sehingga dapat menjawab permasalahan hukum diatas. Beberapa upaya yang dapat ditempuh misalnya dengan menguatkan mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan dan penyelesaian sengketa pertanahan melalui pengadilan khusus pertanahan.

Dalam presentasi Proposal Penelitian ini bertindak sebagai moderator adalah Hakim Tinggi Yustisial Balitbang Diklat Kumdil Dr. Arifin Marpaung, SH., M. Hum. Dalam FGD Proposal ini turut hadir peserta undangan dari usalan Koordinator yaitu Hakim Agung I Gusti Agung Sumanatha, SH., MH; Direktur Bingganis Peradilan TUN Ditjen Badimiltun H. Yodi Martono Wahyunadi, SH., MH; Ketua PN Jakarta Barat Dr. Sudharmawatiningsih, SH., M. Hum; Ketua PN Jakarta Pusat Dr. Gusrizal, SH., M. Hum; Ketua PTUN Serang H. Bambang Heriyanto, SH., MH;Wakil Ketua PN Tangerang Dr. Hj. Nirwana, SH., M. Hum; Wakil Ketua PN Bekasi H. Eka Budi Prijatna, SH., MH; Wakil Ketua PN Cibinong Joni, SH., MH; Hakim PTUN Serang Enrico Simanjuntak, SH., MH; Hakim PTUN Pontianak Sudarsono, SH., MH.

fgd_awal_pen08_pengadilan_pertanahan-1
fgd_awal_pen08_pengadilan_pertanahan-2
fgd_awal_pen08_pengadilan_pertanahan-3
fgd_awal_pen08_pengadilan_pertanahan-4
1/4 
start stop bwd fwd

Kegiatan Litbang Saat Ini

- - -

Studi Banding

Laporan Joint Study Capacity Building for Indonesia Judge II

12/04/2013

Joint-Study merupakan kerja sama Mahlkamah Agung RI dengan Pemerintah Jepang dalam rangka mencari dan menemukan...

Brosur

Brosur Badan Litbang Diklat Kumdil    Brosur Perpustakaan Khusus

e-Library

www.perpustakaan.litbangdiklatkumdil.net

Sign In